Peperangan Sadis Antara Dua Suku di Kerajaan Wengtoto

Kerajaan Wengtoto pernah menjadi kerajaan yang makmur dan disegani. Namun, di balik kejayaannya, terdapat sejarah kelam yang penuh darah dan air mata. Salah satu peristiwa paling tragis yang tercatat dalam sejarah kerajaan ini adalah perang besar antara Suku Draknor dan Suku Volgrath. Peperangan ini bukan sekadar pertarungan biasa, melainkan perang yang didorong oleh pengkhianatan, balas dendam, dan ambisi yang membakar kedua belah pihak hingga tak tersisa.

Awal Mula Konflik

Permusuhan antara Suku Draknor dan Volgrath bermula sejak masa pemerintahan Raja Eldrion II. Kedua suku ini adalah kekuatan terbesar dalam kerajaan. Draknor dikenal sebagai suku prajurit yang tangguh dengan keterampilan perang yang luar biasa, sementara Volgrath adalah suku yang menguasai seni sihir dan perang bayangan. Meski keduanya berada di bawah pemerintahan kerajaan yang sama, persaingan untuk mendapatkan pengaruh dalam istana membuat hubungan mereka selalu tegang.

Ketika Raja Eldrion II meninggal tanpa meninggalkan pewaris sah, situasi kerajaan menjadi kacau. Suku Draknor mengklaim bahwa pemimpin mereka, Jendral Thorgar, adalah orang yang paling layak naik tahta karena kesetiaannya kepada raja. Sementara itu, Suku Volgrath yang dipimpin oleh Archmage Velmorian, menolak klaim tersebut dan menyatakan bahwa raja sebelumnya telah memberikan wasiat secara rahasia kepada mereka. Perselisihan kecil segera berubah menjadi perang besar yang tak terhindarkan.

Pertempuran di Lembah Darah

Pada tahun ke-13 setelah wafatnya Raja Eldrion II, pasukan dari kedua suku bertemu di Lembah Darah. Nama lembah ini sebelumnya tidak memiliki arti apa pun, tetapi setelah pertempuran yang berlangsung selama tujuh hari tujuh malam, namanya menjadi simbol kehancuran dan kebiadaban.

  • Strategi Suku Draknor
    Draknor dikenal dengan kekuatan pasukan berkuda mereka yang ganas dan perisai baja yang nyaris tak tertembus. Mereka menggunakan tombak beracun dan pedang api, senjata yang ditempa khusus untuk mengalahkan lawan dalam sekali serang. Mereka juga membangun benteng sementara dan mengatur perangkap di sepanjang jalur utama untuk menjebak musuh.
  • Taktik Suku Volgrath
    Berbeda dengan Draknor yang mengandalkan kekuatan fisik, Volgrath menggunakan strategi sihir. Mereka menyelimuti medan perang dengan kabut hitam yang membuat musuh kehilangan arah dan menggunakan pasukan bayangan yang hanya muncul di malam hari. Selain itu, mereka mengorbankan tawanan perang untuk memperkuat kekuatan magis pemimpin mereka, menjadikan mereka lebih ganas dan tak terkalahkan.

Pertempuran di Lembah Darah adalah pemandangan yang mengerikan. Jeritan kesakitan menggema di seluruh lembah, darah mengalir bagaikan sungai, dan mayat-mayat bergelimpangan memenuhi tanah. Tidak ada belas kasihan, tidak ada ruang untuk menyerah. Setiap prajurit bertempur hingga titik darah penghabisan.

Kehancuran Kedua Suku

Pada malam ketujuh, Suku Draknor melancarkan serangan terakhir mereka. Dengan mengorbankan pasukan elitnya, Jendral Thorgar memimpin serangan langsung ke jantung pertahanan Volgrath. Namun, yang tidak mereka ketahui adalah bahwa Velmorian telah menyiapkan kutukan kuno yang disebut “Api Kegelapan”. Begitu pasukan Draknor menembus pertahanan terakhir, Velmorian melepaskan kutukan tersebut.

Dalam sekejap, kobaran api hitam melahap medan perang. Ribuan prajurit dari kedua belah pihak terbakar dan lenyap dalam hitungan detik. Tidak ada yang tersisa, baik dari Draknor maupun Volgrath. Mereka yang masih hidup pun hanya bisa menyaksikan kehancuran yang tak terhindarkan. Velmorian sendiri ikut binasa dalam ritual kutukan yang ia lepaskan, sementara Thorgar menghilang tanpa jejak, dipercaya telah terbakar habis dalam kobaran api tersebut.

Dampak dan Warisan Peperangan

Peperangan antara Suku Draknor dan Volgrath meninggalkan luka mendalam bagi Kerajaan Wengtoto. Dengan musnahnya kedua suku terkuat, kerajaan mengalami masa kekosongan kekuasaan yang berkepanjangan. Kota-kota yang dulu megah kini dipenuhi reruntuhan, dan rakyat yang selamat hanya bisa berusaha membangun kembali kehidupan mereka dari sisa-sisa kehancuran.

Akhirnya, seorang pemimpin baru muncul dari garis keturunan yang berbeda dan berhasil menyatukan kembali kerajaan. Namun, hingga kini, kisah tentang pertempuran di Lembah Darah masih diceritakan sebagai legenda kelam dalam sejarah Wengtoto. Bahkan, beberapa penduduk percaya bahwa arwah para prajurit yang tewas masih bergentayangan di lembah tersebut, mengutuk siapa saja yang berani melangkah ke tanah yang telah diwarnai oleh darah mereka.

Kesimpulan

Perang antara Suku Draknor dan Suku Volgrath bukan hanya sekadar perang biasa. Itu adalah pertempuran yang dipicu oleh ambisi, balas dendam, dan pengkhianatan. Kedua suku yang pernah menjadi kebanggaan Kerajaan Wengtoto kini hanya tinggal kenangan. Kisah mereka menjadi peringatan bahwa kehancuran akan selalu menanti mereka yang terlalu larut dalam kekuasaan dan keserakahan.

Lembah Darah tetap berdiri sebagai saksi bisu dari peperangan paling brutal dalam sejarah kerajaan. Dan hingga kini, tanahnya masih diyakini tidak akan pernah subur kembali, seolah-olah menolak untuk melupakan tragedi yang pernah terjadi di sana.

 

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *